ALQUDS DI HATI

Wednesday, July 14, 2010

HUKUM JIHAD MENJADI WAJIB

HUKUM Jihad yang asalnya Fardu Kifayah boleh berubah menjadi Fardu Ain dalam beberapa keadaan..

Pertama: Jika ada arahan dari Imam Atau Pemerintah Islam..

Jika Imam kaum Muslimin atau kerajaan Islam telah mengumumkan mobilisasi umum maka hukum jihad menjadi fardu ain bagi tiap kaum Muslimin dengan segenap kemampuan yang dimilikinya. Jika Imam memerintahkan kepada kelompok atau orang tertentu maka jihad menjadi fardu ain bagi siapa yang ditentukan oleh imam itu.

Ibnu Abbas ra meriwayatkan bahwa nabi Muhammad SWT bersabda pada hari Futuh (pembebasan) Mekkah:

“Tidak ada hijrah selepas Fathu Mekkah, tetapi yang ada jihad dan niat, Jika kalian diminta berangkat berperang, maka berangkatlah.” (HR Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, An-Nasai, Darimi dan Ahmad)

Makna Hadist ini : “Jika kalian diminta oleh Imam untuk pergi berjihad maka pergilah”

Ibnu Hajjar mengatakan : “Dan didalam hadist tersebut mengandung kewajiban fardu ain untuk pergi berperang atas orang yang ditentukan oleh Imam (atau pemerintah kerajaan Islam)..”

Kedua: Semasa bertemu dua pasukan, antara Muslimin dan kuffar..
Jika barisan kaum Muslimin dan barisan musuh sudah berhadapan, maka jihad menjadi fardu ain bagi setiap orang Islam yang menyaksikan keadaan tersebut. Haram berpaling meninggalkan barisan kaum Muslimin. Allah berfirman :

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur)”. (QS Al-Anfal 15)

“Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (sisat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya.” (QS Al-Anfal 16)

Rasulullah saw bersabda : “Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan, “Beliau SAW ditanya: “Ya Rasulullah, apa tujuh perkara yang membinasakan itu?” Beliau saw menjawab :
(1) Mempersekutukan Allah,
(2) Sihir,
(3) Membunuh orang yang telah dilarang membunuhnya, kecuali karena alasan yang dibenarkan Allah,
(4)Memakan harta anak yatim,
(5) Memakan riba,
(6) lari dari medan pertempuran; dan
(7) Menuduh wanita mu’minah yang baik dan tahu memelihara diri, berbuat jahat (zina).”
(HR Bukhari, Muslim, Abu Daud, An-Nasai, Thahawi, Baihaqi, Baghawi).

Ketiga: Jika musuh menyerang wilayah kaum Muslimin.

Jika musuh menyerang kaum Muslimin maka jihad menjadi fardu ain bagi penghuni wilayah tersebut. Sekiranya penghuni wilayah itu tidak memadai untuk menghadapi musuh, maka kewajiban meluas kepada kaum Muslimin yang berdekatan dengan wilayah itu. Seterusnya jika belum memadai juga, jihad menjadi fardu ain bagi yang berdekatan wilayah berikutnya hingga akhirnya tercapai kekuatan yang memadai. Sekiranya belum memadai juga, maka jihad menjadi fardu ain bagi seluruh kaum Muslimin diseluruh muka bumi.

Ad Dasuki (dari Mazhab Hanafi) berkata : “Didalam menghadapi serangan musuh, setiap orang wajib melakukannya, termasuk perempuan, hamba dan anak- anak, meskipun tidak diberi izin oleh suami, wali dan orang yang berpiutang.

Didalam kitab Bulghatul Masalik li Aqrabil Masalik li Mazhabil Imam Malik dikatakan : “…Dan jihad ini hukumnya fardu ain jika Imam memerintahkanya, sehingga hukumnya sama dengan sholat, puasa dan lain sebagainya. Kewajiban jihad sebagai fardu ain ini juga disebabkan adanya serangan musuh terhadap salah satu wilayah Islam. Maka bagi siapa yang tinggal diwilayah tersebut, berkewajiban melaksanakan jihad, dan sekiranya orang-orang yang berada disana dalam keadaan lemah maka barangsiapa yang tinggal berdekatan dengan wilayah tersebut berkewajiban untuk berjihad.

Dalam keadaan seperti ini, kewajiban jihad berlaku juga bagi wanita dan hamba sahaya walaupun mereka dihalang oleh wali, suami, atau tuannya, atau jika ia berhutang dihalangi oleh orang yagn berpiutang. Dan juga hukum jihad menjadi fardu ain disebabkan nazar dari seseorang yang ingin melakukannya. Kedua ibu-bapa hanya berhak melarang anaknya pergi berjihad semasa jihad masih dalam keadaan fardu kifayah. Juga menjadi fardu kifayah membebaskan tawanan perang jika ia tidak punya harta untuk menebusnya, walaupun dengan menggunakan serluruh harta kaum Muslimin.

Ar Ramli (Dari Mazhab Syafi’i) mengatakan : “Maka jika musuh telah masuk kedalam suatu negeri kita dan jarak antara kita dengan musuh kurang daripada jarak qashar sholat, maka penduduk negeri tersebut wajib mempertahankannya, hatta (walaupun) orang-orang yang tidak dibebani kewajiban jihad seperti orang-orang fakir, anak-anak, hamba sahaya dan perempuan.

Ibnu Qudamah (dari Mazhab Hambali) mengatakan :“Jihad menjadi fardu ‘ain didalam 3 keadaan:
a. Apabila kedua pasukan telah bertemu dan saling berhadapan.
b. Apabila orang kafir telah masuk (menyerang) suatu negeri (diantara negeri negeri Islam), Jihad menjadi fardu ain atas penduduknya untuk memerangi orang kafir tersebut dan menolak mereka.
c. Apabila Imam telah memerintahkan perang kepada suatu kaum, maka kaum itu wajib berangkat.

Bagaimana dengan Palestin, apakah umat Islam di negara lain masih boleh hidup bermewah-mewah dengan membiarkan mereka ditindas dan diratah oleh musuh-musuh Allah?

by IBNU HASYIM

No comments:

Post a Comment